7 Raja Media di Indonesia

Media dewasa ini sangat berperan sebagai pengontrol opini masyarakat untuk kepentingan pihak-pihak tertentu yang ingin berkuasa. Dia bagai dua mata sebuah pedang yang bisa digunakan untuk membangun atau menghancurkan. Fenomena ini membuat siapapun yang mampu menguasai media informasi akan memiliki power yang besar untuk menguasai serta mengarahkan cara pandang masyarakat luas. Sehingga tak heran jika kekuasaan media kini bahkan boleh dibilang lebih kuat dari pemerintah sekalipun.

Berikut adalah 7 raja yang menguasai media-media di Indonesia :


1. Jacob Oetama

  Dr. (HC) Jacob Oetama tergolong low profile dan jarang diekspos. Padahal, dia adalah penguasa dari Kompas Gramedia Group yang membawahi sejumlah media massa terkemuka di Indonesia, seperti harian Kompas, tabloid BOLA, tabloid Nova, majalah Bobo, majalah National Geographic, hingga majalah Hai, Chip, HotGame, Otomotif, dan tentu saja toko buku Gramedia, berikut penerbitan Elex Media Komputindo. Jacob Oetama lahir di Magelang, 27 September 1931. Karir jurnalistiknya dimulai ketika menjadi redaktur mingguan Penabur pada tahun 1956. Lulusan jurusan Publisistik Fisipol UGM ini kemudian mendirikan majalah intisari tahun 1963 bersama P.K Ojong. Bersama P.K Ojong pula, pada tanggal 28 Juni 1965 Jacob mendirikan harian Kompas. Pada era 1980-an, Kompas Gramedia berkembang pesat, hingga akhirnya mampu mendirikan sejumlah anak perusahaan seperti yang telah saya sebutkan tadi. Selain menjadi presiden direktur KG Group, Jacob saat ini juga menjabat sebagai penasihat Konfederasi Wartawan ASEAN.


2. Hary Tanoesudibjo


Kepiawaian Hary dalam berbisnis telah terlihat sejak dia masih duduk di bangku kuliah di Toronto, Kanada. Di sana, dia kerap bermain di bursa saham dan berkenalan dengan banyak investor handal. Sepulang ke Indonesia, dengan meminjam modal dari sang ayah, Hary mendirikan PT Bhakti Investama di Surabaya. Pria kelahiran 26 September 1965 ini kemudian banyak terlibat dalam kegiatan investment banking, serta aksi merger dan akuisisi. Perusahaan-perusahaan yang bermasalah diambil alihnya, kemudian diperbaiki dan dijual kembali. Hary juga pintar dalam membaca peluang serta mencari sumber dana. Aksi akuisisinya tidak dilakukan dengan modal sendiri, melainkan dengan cara mencari dana dari publik melalui konsorsium ataupun penawaran saham.

 Tahun 2002, Hary bergabung dengan Bimantara Citra atau Global Mediacom dan kemudian menjadi presiden direkturnya (Group Executive Chairman) hingga sekarang. Global Mediacom sendiri kemudian menguasai saham dari PT Media Nusantara Citra Tbk (MNC), yang membawahi 3 stasiun tv : RCTI, TPI (kini MNCtv), dan Global TV. Hary pun lantas menjadi Direktur Utama dan CEO PT tersebut sampai saat ini. Selain 3 stasiun tv itu, MNC juga memiliki PT Media Nusantara Informasi yang antara lain meliuputi Harian Seputar Indonesia, Tabloid Gennie, Mom & Kiddie, dan Realita. Kemudian dibangunnya pula rumah produksi SinemArt dan MD Entertainment, hingga situs online Okezone.com. Di samping itu, Hary juga menjabat sebagai komisaris Indovision.


3. Dahlan Iskan


Pria kelahiran Magetan Jawa Timur tahun 1951 ini saat ini tengah naik daun, setelah berturut ditunjuk sebagai direktur PLN, dan kemudian kini menjabat sebagai menteri BUMN Kabinet Indonesia Bersatu II. Gaya khasnya yang suka memakai sepatu kets ke manapun, tampil apa adanya, dan doyan bicara blak-blakan membuat makin banyak orang yang mengidolainya. Sebelum menjadi dirut PLN, Dahlan adalah CEO surat kabar Jawa Pos dan Jawa Pos News Network. Karir jurnalisnya dimulai ketika menjadi calon reporter di sebuah surat kabar kecil di Samarinda, pada tahun 1975. Tahun 1976 dia pindah bergabung menjadi wartawan di majalah Tempo. 

Tahun 1982, Dahlan Iskan mulai memimpin surat kabar Jawa Pos. Harian yang waktu itu hampir mati karena hanya beroplah 6.000 eksemplar, dalam waktu 5 tahun dibuatnya menjadi surat kabar beroplah 300.000 eksemplar. Lima tahun berselang, Jawa Pos News Network (JPNN) dibentuk dan menjadi salah satu jaringan surat kabar terbesar di Indonesia yang memiliki 80 surat kabar, tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan di seluruh Indonesia. Tahun 2002, Dahlan mendirikan stasiun tv lokal JTV di Surabaya, diikuti Batam tv di Batam dan Riau tv di Pekanbaru.


4. Chairul Tanjung


Chairul Tanjung adalah bos PT Trans Corporation yang membawahi dua stasiun tv populer, Trans TV dan Trans 7. Chairul yang lahir di Jakarta, 16 Juni 1962 mulai berbisnis ketika kuliah di jurusan Kedokteran Gigi UI. Saat itu ia berbisnis kecil-kecilan dengan berdagang buku kuliah, kaos, serta membuka usaha fotokopi di kampusnya. Dia juga sempat membuka toko alat-alat kedokteran dan laboratorium di daerah Senen, tapi usaha itu bangkrut. Kegagalan itu memberinya pelajaran, hingga ketika lulus kuliah, Chairul sempat mendirikan PT Pariarti Sindhutama bersama 3 rekannya, yang usahanya memproduksi sepatu anak-anak untuk ekspor. Usaha ini terbilang sukses, hingga ia melebarkan bisnisnya ke industri genting, sandal, dan properti. Perbedaan visi kemudian membuat 2 rekan Chairul mengundurkan diri, dan dia harus menjalankan bisnisnya sendiri. Chairul kemudian mengakuisisi sebuah bank yang nyaris pailit, Bank Tugu. Chairul yang pernah belajar dari kegagalan, mampu mengubah bank tersebut kini menjadi Bank Mega yang memiliki omset di atas Rp 1 triliun. Bisnis Chairul makin meluas kebidang properti, keuangan, dan multimedia, hingga dia kemudian mendirikan Para Group. Melalui Para Group, Chairul mulai merambah bisnis hiburan dengan mendirikan Trans TV. Dia lalu membentuk anak perusahaan PT Trans Corp dengan tujuan mengambil alih TV7 yang menjadi milik Kompas Gramedia, untuk dihubungkan dengan Trans TV.


5. Surya Paloh


Surya Paloh telah terbiasa berbisnis sejak masih remaja di Pematang Siantar, Sumatra Utara. Sembari bersekolah, dia berdagang teh, ikan asin, karung goni, dan lain-lain. Menginjak SMA, dia bekerja menjadi manajer sebuah Travel Biro. Setamat SMA, sambil berkuliah di Fakultas Hukum USU (Universitas Sumatra Utara), Surya juga dipercaya mengelola sebuah wisma pariwisata. Pada saat yang bersamaan, Surya juga dipercaya menjadi direktur utama sebuah PT distributor mobil Ford dan Volkswagen di Medan. Kemudian pada 1975 ditunjuk pula menjadi kuasa usaha hotel Ika Darroy Aceh. Pria kelahiran Aceh 16 Juli 1951 ini kemudian merantau ke Jakarta pada 1977 untuk mulai berbisnis di sana. Sejak saat itu pula dia mulai terjun ke dunia publishing, antara lain dengan memimpin surat kabar Prioritas. Tahun 1987, Teuku Yousli Syah selaku pendiri surat kabar Media Indonesia menggandeng Surya untuk memimpin surat kabar tersebut dan membentuk manajemen baru di bawah PT Citra Media Nusa Permana. Surya Paloh semakin mengembangkan bisnis medianya itu dengan membentuk Media Group, termasuk di dalamnya mendirikan stasiun tv Metro TV pada 25 Oktober 1999, yang merupakan stasiun tv berita pertama di Indonesia. Selain bisnis, Surya juga aktif di dunia politik, termasuk mendirikan partai baru Nasional Demokrat. Di partai ini dia bersinergi dengan raja media lain, Hary Tanoesudibjo yang berhasil membawa partai ini menjadi satu-satunya partai baru yang lolos verifikasi KPU untuk pemilu 2014 walau akhirnya harus berpisah karena adanya perbedaan kepentingan diantara keduanya.


6. Abu Rizal Bakrie


Aburizal Bakrie lahir di Jakarta, 15 November 1946, Dia adalah anak sulung dari keluarga Achmad Bakrie, pendiri Kelompok Usaha Bakrie, dan akrab dipanggil Ical. Selepas menyelesaikan kuliah di Fakultas Elektro Institut Teknologi Bandung pada 1973, Ical memilih fokus mengembangkan perusahaan keluarga, dan terakhir sebelum menjadi anggota kabinet, dia memimpin Kelompok Usaha Bakrie (1992-2004).
Dia menguasai media di Indonesia melalui anak sulungnya Anindya Bakrie, atau biasa dipanggil Anin. Pria muda kelahiran 10 November 1974 inilah yang menjabat sebagai presiden direktur dari Bakrie Telecom dan Visi Media Asia, yang mengelola stasiun tv ANTV dan TV One serta media online Vivanews.com.


7. Sariatmadja


Pemilik 99% saham SCTV adalah PT Surya Citra Media (SCM). Nah, sebanyak 77% saham SCM dikuasai oleh Keluarga Sariaatmadja lewat PT Abhimata Mediatama. Keluarga itu juga memiliki PT Elang Mahkota Teknologi (Emtek)—pemegang lisensi tunggal komputer merek Compaq di Indonesia—yang berkongsi dengan PT Mugi Rekso Abadi (MRA, bentukan pengusaha Adiguna Soetowo)—dalam mendirikan O Channel.